Kali ini saya akan menceritakan tentang seorang anak difabel (autis) yang bernama
Rara dan Slamet. Pada suatu kesempatan saya mengikuti sebuah acara kunjungan ke
sebuah panti yang berisi anak difebel. Pertama kali masuk saya merasa aga
sedikit takut karena saya tidak ada pengalaman bermain dengan anak-anak autis.
Ketika turun dari mobil dan akan masuk ke sebuah ruang tamu
saya dan kawan-kawan yang lain di sambut oleh mereka. Setelah masuk saya merasa
kasihan, takut, dan senang bisa mengenal mereka. Sifat mereka yang sangat
beragam membuat saya untuk bisa membiasakan diri untuk bersosialisasi dengan
kondisi mereka, pada saat kita melakukan sebuah kegiatan ada autis anak yang
tersenyum malu untuk ikut bergabung dengan yang lainnya ada yang sangat antusias
menggambar dengan gembira, ada yang menggambar sambil bernyanyi-nyanyi dan ada
pula anak autis yang menggambar sambil bercerita. Disana saya di buat kagum
dengan dua anak difabel
yang bernama Rara dan Slamet. Dimana Rara adalah seorang anak perempuan kecil
yang tidak bisa mendengar yang mengakibatkan dia susah untuk berinteraksi dan
bicaranya terbata-bata. Tetapi dia adalah anak yang cepat tanggap sekali di
ajarkan untuk menulis dia bisa menyalin tulisan yang di tulis dengan rapih dan benar.
Ketika saya sedang bermain-main dengan dia dan saya menuliskan nama saya “Ika”
kemudian rara menulis nama saya di balik menjadi “Aki” rada sebel tapi lucu
juga. Rara melindungi saya dari anak-anak difabel yang lain yang bertindak memaksa, Rara slalu marah jika saya atau teman-teman
yang lain di perlakukan tidak baik dengan teman-temannya yang lain.
Beda lagi dengan slamet yang katanya dia memiliki cita-cita
menjadi Presiden atau Mentri . Slamet juga termaksud anak yang pintar karena
dia jika di beri pertanyaan dia dapat menjawabnya dengan lancar. Ketika sedang
iseng saya dan yang lain bertanya kepada Slamet “apakah dia pernah bertemu
dengan bapak presiden?” Dan dia menjawab “pernah dong”, kita bertanya lagi
“Slamet ngapain ketemu sama bapak presiden” dia menjawab “nari lagu ding ding
pak ding ding” tiba-tiba dia langsung mencontohkan tarian tersebut. Ketika kita
mengajak dia bernyanyi Slamet juga hafal lagu anak-anak dan juga hafal doa
sehari-hari.
Senang bisa mengenal mereka berdua karena mereka telah
memberi saya pengalaman dan memberi saya pandangan bahwa tidak semua anak difabel itu suka bertindak
semena-mena atau marah-marah tanpa alasan. Tetapi di balik kekurangannya mereka
juga memiliki kelebihan-kelebihan. Ingin rasanya bertemu kembali dengan mereka
akan tetapi karena jauh jadi susah untuk kembali mendatangi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar