Senin, 07 Mei 2012

Rara dan Slamet


Kali ini saya akan menceritakan tentang seorang anak difabel (autis) yang bernama Rara dan Slamet. Pada suatu kesempatan saya mengikuti sebuah acara kunjungan ke sebuah panti yang berisi anak difebel. Pertama kali masuk saya merasa aga sedikit takut karena saya tidak ada pengalaman bermain dengan anak-anak autis.
Ketika turun dari mobil dan akan masuk ke sebuah ruang tamu saya dan kawan-kawan yang lain di sambut oleh mereka. Setelah masuk saya merasa kasihan, takut, dan senang bisa mengenal mereka. Sifat mereka yang sangat beragam membuat saya untuk bisa membiasakan diri untuk bersosialisasi dengan kondisi mereka, pada saat kita melakukan sebuah kegiatan ada autis anak yang tersenyum malu untuk ikut bergabung dengan yang lainnya ada yang sangat antusias menggambar dengan gembira, ada yang menggambar sambil bernyanyi-nyanyi dan ada pula anak autis yang menggambar sambil bercerita. Disana saya di buat kagum dengan dua anak difabel yang bernama Rara dan Slamet. Dimana Rara adalah seorang anak perempuan kecil yang tidak bisa mendengar yang mengakibatkan dia susah untuk berinteraksi dan bicaranya terbata-bata. Tetapi dia adalah anak yang cepat tanggap sekali di ajarkan untuk menulis dia bisa menyalin tulisan yang di tulis dengan rapih dan benar. Ketika saya sedang bermain-main dengan dia dan saya menuliskan nama saya “Ika” kemudian rara menulis nama saya di balik menjadi “Aki” rada sebel tapi lucu juga. Rara melindungi saya dari anak-anak difabel yang lain yang bertindak  memaksa, Rara slalu marah jika saya atau teman-teman yang lain di perlakukan tidak baik dengan teman-temannya yang lain.
Beda lagi dengan slamet yang katanya dia memiliki cita-cita menjadi Presiden atau Mentri . Slamet juga termaksud anak yang pintar karena dia jika di beri pertanyaan dia dapat menjawabnya dengan lancar. Ketika sedang iseng saya dan yang lain bertanya kepada Slamet “apakah dia pernah bertemu dengan bapak presiden?” Dan dia menjawab “pernah dong”, kita bertanya lagi “Slamet ngapain ketemu sama bapak presiden” dia menjawab “nari lagu ding ding pak ding ding” tiba-tiba dia langsung mencontohkan tarian tersebut. Ketika kita mengajak dia bernyanyi Slamet juga hafal lagu anak-anak dan juga hafal doa sehari-hari.
Senang bisa mengenal mereka berdua karena mereka telah memberi saya pengalaman dan memberi saya pandangan bahwa tidak semua anak difabel itu suka bertindak semena-mena atau marah-marah tanpa alasan. Tetapi di balik kekurangannya mereka juga memiliki kelebihan-kelebihan. Ingin rasanya bertemu kembali dengan mereka akan tetapi karena jauh jadi susah untuk kembali mendatangi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar